skip to main |
skip to sidebar
Putu
Setia Tak lama lagi, Maret tahun depan, pesawat kepresidenan yang
supermewah datang. Jenisnya Boeing Business Jet 2 Green atau lebih keren
disebut Boeing 737-800 BBJ-2. Kalau tak juga paham, ya, tak usah
bertanya. Saya juga tak paham. Pesawat ini bukan buatan Bandung.
Bayangkan saja yang gampang. Pesawat ini punya kamar tidur besar, ada
ruang tamu, ada ruang istirahat, ada kamar mandi dengan pancuran. Itu
khusus untuk presiden dan keluarganya. Di belakangnya ada kursi-kursi
penumpang yang bisa diselonjorkan jadi tempat tidur. Lalu ruang rapat,
ruang olahraga, dan beberapa toilet. Tak disebutkan apakah di ruang
istirahat ada sarana karaoke, maklum presiden kita gemar menyanyi.
Harga pesawat ini US$ 91,2 juta atau sekitar Rp 820 miliar. Lebih murah
daripada membangun pusat olahraga Bukit Hambalang yang telantar itu.
Bahwa masih banyak rakyat yang miskin, murid-murid belajar di bangunan
yang hampir roboh, dan korban berjatuhan di persimpangan kereta api, itu
urusan gubernur. Pesawat ini urusan presiden.
Siapa yang akan
memakai? Kalau yang membeli, saya tahu: Presiden Yudhoyono. Setidaknya,
di masa beliau pesawat dibeli, dibayar, dan datang-kalau sesuai dengan
rencana. Inilah jasa besar Pak SBY setelah dua periode memimpin bangsa
ini menyiapkan motor mabur yang layak untuk penggantinya.
Yang
jelas, sepertinya SBY tak akan menikmati pesawat ini. Pesawat datang
bulan Maret saat kampanye yang riuh. Bulan April pemilu legislatif.
Setelah itu, pemilu presiden. SBY sebagai ketua umum partai tentu sibuk
kampanye dan pastilah malu menggunakan fasilitas negara. Untuk pergi ke
luar negeri supaya bisa menikmati pesawat ini, rasanya mengada-ada di
tengah keributan-setidaknya situasi politik panas-di antara pemilu
legislatif dan pemilu presiden. Kalau pesawat itu hanya dibawa terbang
ke Bali-dibuat seminar dadakan agar bisa mengundang Presiden-sepertinya
mubazir. Belum sempat SBY tiduran, eh, sudah mendarat. Kapan menikmati
pancuran?
Pengganti SBY, kalau melihat calon presiden yang
sudah dideklarasikan, tak ada masalah dengan pesawat ini. Mereka bisa
menyesuaikan diri dengan kemewahan. Yang jadi masalah, kalau Joko
Widodo, yang saat ini Gubernur DKI Jakarta, yang terpilih menggantikan
SBY-itu kalau PDI Perjuangan mau mencalonkan-apakah Jokowi nyaman di
pesawat yang ternyaman ini?
Presiden Jokowi pasti tetap
blusukan di negeri yang luas ini. Ia pasti akan melihat sungai-sungai
tanpa jembatan di Banten, ia akan pergi ke petani sawit yang tanahnya
tergusur tambang batu bara di Kalimantan dan Sulawesi, ia akan melihat
bagaimana alam Papua terkuras sementara daerah itu tak pernah dibangun
dengan baik. Saya menduga Presiden Jokowi akan lebih banyak blusukan ke
Nusantara, untuk melihat apa yang dirasakan rakyatnya, dibanding
berpidato ke mancanegara. Pertanyaannya tentu: apakah Jokowi akan
memakai pesawat supermewah itu? Bagaimana pesawat itu mendarat di
bandara kecil? Kapan Jokowi akan tidur nyenyak dalam pesawat kalau
penerbangan paling lama tiga jam? Lalu, kapan olahraga dalam pesawat
untuk mencari keringat agar bisa mandi di pancuran? Yang paling bingung,
saya membayangkan apakah baju Jokowi yang seharga Rp 70 ribu dan dibeli
di Pasar Klewer itu tidak terbanting oleh kemewahan pesawat?
Andai Boeing
737-800 BBJ-2 belum jadi, saya setuju pesawat ini ditunda sampai rakyat
miskin berkurang dan anak-anak belajar di gedung yang kokoh. Syukur
kalau tak jadi dibeli. Ini membuat nyaman presiden mendatang, juga enak
untuk Pak SBY yang capek membeli pesawat tapi tak sempat menggunakan.
(Koran Tempo 15/12/13)