Friday, November 1, 2013

RUU “Santet” Menjadi Cerminan Masyarakat Indonesia


Secara umum kita mendeskripsikan bahwa santet itu adalah salah satu kegiatan dunia “hitam” yang bersifat sihir-menyihir (magic).

Fenomena santet (sihir-menyihir) ini dulunya pernah menjadi suatu pergejolakan di Eropa yakni pada zaman pertengahan yang dulunya disebut juga sebagai zaman kegelapan (The Dark Ages).
Adanya keberadaan sihir tersebut menjadi masalah sosial terhadap masyarakat Eropa pada masa The Dark Ages tersebut. Namun memasuki abad ke-15 dan 16, bangsa Eropa mulai meninggalkan masa-masa zaman kegelapan (The Dark Ages) disusul dengan munculnya zaman Renaisans (dalam bahasa Perancis “Renaissance”). Pada zaman ini kepercayaan terhadap magic (sihir-menyihir) mulai ditinggalkan yakni dengan memunculkan peradaban baru bagi masyarakat Eropa kala itu. Lambat laun kepercayaan terhadap hal-hal mistik mulai ditinggalkan dengan menciptakan inovasi-inovasi berupa kegiatan-kegiatan yang rasional dan hal-hal yang menunjang terhadap kemajuan peradaban Eropa baik dalam bidang industry, sains, dn teknologi.

Dimulai dari zaman renaisans kita dapat melihat perkembangan Eropa hingga pada saat ini, mulai dari perkembangan Teknologi, Sains, dan Ekonomi di tengah-tengah masyarakat. Saat ini kita sudah jarang menjumpai kehidupan primitive maupun kepercayaan terhadap sihir di Eropa. Hal tersebut sangat jarang dijumpai disetiap Negara-negara eropa pada umumnya.

Sementara, bagaimana dengan Indonesia?
Terakhir DPR sedang giat-giatnya dalam menyusun RUU yang berkaitan dengan keberadaan santet.

RUU tersebut berisikan antara lain :

Ayat (1) menyebutkan bahwa Setiap orang yang menyatakan dirinya mempunyai kekuatan gaib, memberitahukan, menimbulkan harapan, menawarkan atau memberikan bantuan jasa kepada orang lain bahwa karena perbuatannya dapat menimbulkan penyakit, kematian, penderitaan mental atau fisik seseorang dipidana dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau denda paling banyak kategori IV. Ayat berikutnya menyebutkan jika pelaku tindak pidana tadi melakukan perbuatan tersebut untuk mencari keuntungan atau menjadikan sebagai mata pencaharian atau kebiasaan, maka pidananya ditambah sepertiga .



Hemat saya, keberadaan RUU KUHP santet ini  ibaratkan cermin terhadap citra DPR termasuk gambaran terhadap pergejolakan masyarakat Indonesia yang ada pada saat ini. kita dapat menjadikan hal tersebut sebagai pembanding bahwa pola piker masyarakat di Indonesia masih berada pada tahap keprimitifan. Masih banyak masyarakat yang terhanyut dalam kehidupan-kehidupan baik itu bersifat mistik maupun mitologi.

Kembali kepada RUU Santet.
Rancangan Undang-Undang Santet tersebut menunjukkan bahwa fenomena santet masih sangat dipercayai keberadaannya di tengah-tengah masyarakat. tingginya antusias masyarakat terhadap isyu mengenai santet tersebut menjadi landasan bahwa pola pikir dominan masyarakat Indonesia masihlah primitif, sementara santet pada umumnya bersifat fenomenal (belum dapat dibuktikan keberadaannya secara ilmiah).

Letak poin permasalahannya yaitu, apakah hal tersebut (Santet) adalah sebuah isyu yang memang penting hingga direalisasikan sebagai UU?
Disaat DPR masih disibukkan oleh hal-hal yang fenomenal (santet), justru disitulah letak kurangnya efisiensi DPR dalam memenuhi tuntutan kinerjanya. Harusnya DPR tidak disibukkan dengan hal-hal yang bersifat fenomenal dan sepihak.

Sebagai Negara yang menjunjung peradaban, harusnya kita mulai berkontribusi terhadap kegiatan-kegiatan yang fungsional demi menunjang kemajuan SDM di Indonesia. Masyarakat sudah seharusnya mulai berpikir kritis dan rasional sehingga dapat menciptakan hal-hal yang bersifat inovatif agar kedepannya Indonesia dapat dipandang dikalangan negara lain yakni sebagai negara yang maju, negara yang mempunyai sumber daya teknologi tinggi.

Kita harusnya dapat mengambil gambaran dari Eropa pada zaman renaissance, disaat Eropa mulai meninggalkan zaman kegelapan dan mulai beralih terhadap hal-hal yang dapat memunculkan peradaban-peradaban baru.


Oleh : Jery Tampubolon



 
Design by Jery Tampubolon | Bloggerized by Jery - Rhainhart Tampubolon | Indonesian Humanis