Berlian Siagian & FIS-MD
Perdebatan harga eceran premium setiap hari dipergunjungkan. APBN 2015 menunjukkan bahwa jumlah subsidi Premium, Solar, dan Kerosin dianggarkan sebesar Rp. 318 T dengan antisipasi harga minyak mentah standard NYMEX sebesar USD 115 per barrel, dan kurs USD ke Rupiah sebesar Rp. 11.000. Apabila kedua hal tersebut diterjemahkan ke harga impas premium, maka harga seharusnya Rp. 9.202 per liter.
Atas dasar asumsi ini maka sejak dua bulan terakhir pemerintahan SBY telah disebut2 bahwa harga patokan Premium Rp. 6.500. per liter tidak mungkin dipertahankan lagi. Penetapan harga patokan komoditi apapun selalu menimbulkan masalah dalam kalkulasi harga, sebab bahan2 dan jasa terkait bergerak dinamis.
Kenyataan bahwa Presiden SBY engganmenaikkan atau menyesuaikan harga berakibat tanggung jawab penyesuaian hargamenjadi beban Presiden Jokowi yang menggantikannya.
Mengutip Nota Keuangan Pemerintah 1 Apri l 2014 - 31 Maret 2015 menyatakan bahwa anggaran belanja pemerintah adalah Rp. 2.019, 9T sedangkan pendapatan pemerintah hanya Rp. 1.762,3 Trilliun, dimana hanya Rp. 1.370, 9 T yang berasal dari Pajak. Subsidi BBM sebesar Rp. 318 T sangat memberatkan ABPN yang Rp. 2.000 T yang berpotensi defisit antara Rp. 600 T s/d Rp. 700 T per tahun. Pada dasarnya harga impas premium ditentukan oleh hargaminyak mentah di NYMEX, kurs USD ke rupiah,
Pemerintah merasa limbung didalam negeri , apakah tetap akan menaikkan harga minyak?
Siapa yang akan terkena dampak terbesar?
Kalau dilihat dari sudut penentuan kebijakan public, maka kebijakan public harus mudah di lakukan. Tidak memerlukan instrument pengawasan yang rumit dan tidak terlalu rentan pada permainan pelaku pasar menggoreng2 harga dan menimbun bahan dagangan. Dari konteks ini pemerintah mempunyai dua pilihan:
Pilihan Pertama:
Menetapkan harga eceran premium mengikuti harga internasional . Dimana harga premium hari ini Rp. 7.206 per l iter. Apabila harga minyakmentah dunia turun ke USD 76.00 per barrel,maka harga impas Premium menjadi Rp. 7.130 per liter.
Apabila harga USD 70 per barrel sebagaimana harga beberapa tahun yang lalu, dan kurs USD ke rupiah menjadi Rp. 11.500,maka harga premiummenjadi Rp. 6.365 per l iter.
Pilihan Kedua:
Pemerintah menetapkan beberapa ketetapan. Sekali lagi sistim ketetapan selaku menimbulkan Market Failure (Kegagalan Pasar) dengan segala akibatnya:
1. Hanya kendaraan niaga (bis,mikrolet, truk dengan plat kuning) dan sepeda motor saja yang boleh mengisi premium di SPBU. Kendaraan pribadi dan kendaraan lain dengat plat nomor hitam atau merah hanya boleh mengisi bahan bakar yang tidak bersubsidi; dalam hal ini Pertamax dan Pertamax Plus.
2. Hentikan minyak Separoh Nyolong, disingkat SepaNyol. Saat ini pengecer telah mencampur Pertamax dengan Premium dan menjualnya dengan harga Pertamax. Demikian pula mencampur Premium dengan minyak tanah.dan menjualnya sebagai Premium. Hal ini berpangkal dari keuntungan SPBU yang hanya Rp. 300. per l iter. Margin yang ditetapkan pemerintah ini tidak
mencukupi untuk membayar listrik, gaji karyawan, pemel iharaan instalasi , dan cadangan penyusutan.
Untuk mencukupi praktek menjual minyak Separoh-Nyolong) ini marak.Aparat mengetahui tetapi pura2 tidak melihat karena mekanisme setoran berjalan lancar.
3. Distribusi dilakukan oleh Pertamina; tidak boleh dilakukan oleh pihak ketiga untuk menghindari mobil2 tangki “kencing” di jalan.
4. Konversi BBM keGas. Kendaran dapat dikonvesikan dari memakai BBM ke Gas. Effisiensi Gas dua kali lipatBBM. Harga 1 MMBTU dengan BBM adalah USD 32, sedangkan dengan LNG hanya USD 32. PNGas menjual LNG dengan harga USD 19 per 1MMBTU.
5. ATPM di Indonesia dipaksamelakukan konversimesin mobi l dan sepeda motor baru 15% dari produksinya. Setiap tahun kwota produksi ini dinaikkan 15%, sehingga dlam 6 tahun dari ketetapan ini 90% kendaraan di Indonesia beroperasi dengan ditenagai Gas Alam Cair. Pada pilihan Pertama, penetapan harga sepenuhnya diserahkan kepada mekanisme pasar. Tidak ada pemaksaan. Konsumen akan memilih atas dasar situasi dan ketersediaan bahan bakar yang ada disekelilingnya.
Pada Pilihan Kedua, Tidak akan menguncang pasar terlalu besar, akan tetapi akan menghasilkan penghematan subsidi yang cukup besar.Golongan menengah dan golongan diatasnya yang menggunakan mobil pribadi yang akan membayar dengan tidak boleh lagimemakai premium. Kebijakan ini untuk sementara akan menimbulkan kelangkaan Pertamax dan Pertamax Plus. Untuk itu kiranya diperkenankan kepada semua pihak untuk meramu dan membuat Brand Fuel dengan nilai oktan 92 sebelum dapat dijual ke pasar.
Demikian pemikiran yang berkembang selama diskusi Sabtuan Forum Indonesia
Sejahtera pada hari Sabtu tgl 8 November 2014.
Kepada pemerintah, tawaran ini mohon dipertimbangkan.
Jakarta, 10 November 2014.