Monday, November 25, 2013

Why LoVe is more Important than ToE

“Physics isn't the most important thing. Love is.” ― Richard P. Feynman

Perdebatan tentang theory of everything dalam ranah science telah berlangsung sejak lama. Berawal ketika era Newton dimana alam semesta tempat kita hidup saat ini diasumsikan absulute, akan selalu ada kekal, tidak ada perubahan dan statik, namun anggapan itu kemudian dibantah oleh Albert Einstein dengan melahirkan theory Relativitasnya, bahwa semua yang ada dialam semesta ini pada dasarnya relatif dalam ruang dan waktu, pertanyaannya apakah kedua asumsi yang dibangun oleh dua ilmuan terkemuka yang beda zaman itu akurat?" Atau itu adalah sebuah proses pertumbuhan kesadaran manusia itu sendiri?" Pertanyaan ini akan terus menjadi pertanyaan yang menarik dikalangan Ilmuan, hingga saat ini. 

Era newton dan einstein telah melahirkan cara baru dalam memotret alam semesta dari sudut yang lebih micro, pada level subatomic dimana apa yang mungkin pernah dibayangkan oleh Newton maupun Albert Einstein menjadi sangat berbeda dalam quantum mechanic world. Dimana apa yang disebut absulute, statik, dan relative menjadi tidak menemukan logikanya, karena common sense pada level ini menjadi terjungkir balik, bagaimana mungkin sebuah partikel bisa berada dalam banyak tempat dalam waktu yang sama, bagaimana menjelaskan fenomena quantum world tersebut?"

Warner Heisenberg menawarkan sebuah pendekatan yang tidak biasa, yang itu kita kenal dengan Uncertainty Principle, dimana theory ini ditolak keras oleh Albert Einstein yang berpijak pada logika common sense, bahwa semua yang terjadi dialam semesta ini mesti ada penyebabnya, lalu apakah yang menyebabkan sebuah partikel bisa nongol secara bersamaan dalam suatu ruang dan waktu?" Pertanyaan ini mungkin nampak sederhana, tapi tidak sesederhana ketika experimen dijalankan, untuk itu ada begitu banyak istilah yang lahir ketika ide quantum mechanic ini ditawarkan.

Steven Weinberg menulis sebuah kalimat yang cukup unik untuk menggambarkan apa yang terjadi dalam dunia quantum yang penuh dengan uncommon sense, dia mengatakan ketika engkau belajar quantum mechanic, maka engkau akan melihat realitas tidak dengan cara biasanya, karena struktur realitas yang kita saksikan setiap saat dibangun diatas interaksi partikel pada skala subatomic, dan itulah fakta yang sulit dibantah oleh theory apapun, bahkan seorang Albert Einstein sampai akhir hidupnya tidak dapat menerima keyataan yang memang sulit dijelaskan, karena keterbatasan bahasa untuk menggambarkan apa yang ditemukan dalam experimen, misalkan experiment doble slit.  

The theory of everything

theory of everything (ToE) or final theory is a putative theory of theoretical physics that fully explains and links together all known physical phenomena, and predicts the outcome ofany experiment that could be carried out in principle. - Wikipedia 

Dalam buku yang ditulis oleh Steven Weinberg "Dreams Of The Final Theory" dimana intinya adalah para Ilmuan sedang mencoba utuk menemukan theory yang bisa menyatukan semua gaya yang bekerja dialam semesta ini, seperti gaya gravitasi, elektromagnetism, weak force and strong force. Karena jika mengacu pada Big Bang, keempat gaya tersebut pernah berada dalam satu force yang sama, yang itu digambarkan oleh Kaku sebagai a solid diamond, kemudian oleh faktor x tidak diketahui secara akurat mengapa keempat gaya tersebut berdiri secara independent. 

Percarian akan theory of everything itu telah menjadi mimpi terbesar dari para Ilmuan yang memang curios atas apa yang terjadi diatas alam semesta yang penuh dengan compleksitas dan mistery, lalu apakah ToE ini akan membawa konsekwensi khusus atas eksistensi manusia ketika misalkan berhasil ditemukan?" Saya kira iya, karena dengan mengetahui invisible force yang bekerja dibalik realitas alam semesta maka manusia bisa memanfaatkannya untuk kepentingan survivalnya dimasa depan, karena basic fundamental dari life adalah survival. 

Kandidat terkuat dari ToE adalah string theory, dimana alam semesta digambarkan dalam bahasa yang tidak tunggal, namun multi tunggal, atau dalam bahasa yang lebih sederhana disebutkan bahwa alam semesta tempat kita hidup tidak single, tapi infinite dalam jumlah, kita hanya hidup dilembar yang berbeda dengan alam semesta yang lainnya, dan hukum-hukum alam yang bekerja pada alam semesta yang lain bisa jadi sangat berbeda dengan alam semesta kita. (Baca : Multiverse). Untuk menggambarkan apa itu multiverse dalam bahasa yang elegant, buku yang ditulis oleh Brian Green bisa menjadi reverensi yang cukup luas untuk memahami apa yang disebut multiverse dalam string theory.   

Love is the engine of humanity

Science bagi saya adalah tools terbaik yang ditemukan oleh manusia untuk menggambarkan apa yang terjadi dialam semesta, bagaimana alam semesta ini bekerja, dan mengapa semua yang kita saksikan secara physic dan dibalik itu bekerja sebuah invisible force yang pada abad-abad sebelum era copernicus tidak diketahui secara baik oleh manusia. Dan dalam perjalanannya lahir manusia-manusia Curios seperti Gallieo, Keppler, Newton, Einstein, etc dengan temuan-temuan yang itu sangat bermanfaat untuk membangun peradaban manusia hingga saat ini. 

Dalam pengertian itu science menjadi sangat penting bagi kemanusiaan, namun itu semua tidak akan berarti jika science tidak berdiri diatas Humanisme, diatas kecintaan atas kemanusiaan dan keberlanjutan exsistensi manusia diatas planet ini. 

“A human being is a part of the whole called by us universe, a part limited in time and space. He experiences himself, his thoughts and feeling as something separated from the rest, a kind of optical delusion of his consciousness. This delusion is a kind of prison for us, restricting us to our personal desires and to affection for a few persons nearest to us. Our task must be to free ourselves from this prison by widening our circle of compassion to embrace all living creatures and the whole of nature in its beauty.” ― Albert Einstein

Pada level tertinggi manusia sudah tidak lagi terjebak pada Illusi yang dihadirkan oleh realitas, seperti yang ditulis oleh Albert Einstein, sebagai manusia yang terkoneksi dengan alam melalui apa yang disebut oleh Nocola Testla sebagai receiver atau the barin, kita sesungguhnya sedang berkomunikasi dengan diri kita sendiri, Alam semesta ada dalam kesadaran kita, dan kita adalah bagian yang tidak terpisahkan dari alam semesta, untuk itu manusia terus mencoba memahami secara fundamental apa dan untuk apa sebenarnya kesadaran ini hadir, disinilah peran fundamental dari kecintaan manusia akan dirinya dan alam tempatnya hidup. 

Manusia, pada level-level tertentu sanggup melahirkan manusia-manusia berkualitas seperti Budha, Newton, Einstein, Gandhi, JFK, yang secara fundamental mereka sangat berfokus pada kemanusia, mereka-mereka adalah pencinta kemanusiaan, karena tanpa itu hidup diatas planet ini menjadi meaningless, tanpa cinta mungkin dunia tempat kita hidup hanya akan menjadi ladang pertempuran, dan itu memang terjadi. Sebuah bangsa dimana kemanusiaan itu ditinggalkan akan menjadi bangsa yang tercabut dari akar kemanusiaannya sendiri.  

Science & Love adalah kunci kesejahteraan species manusia diatas planet ini, tanpa kedua tools itu, mungkin saja manusia sudah sejak lama hilang dari peredaran, tergantikan dengan species yang sulit kita bayangkan, karena Alam semesta jauh lebih cerdas dari apapun yang pernah exist. Kita sedang berada didalam ruang dan waktu yang sangat "Special", untuk itu akan sangat sia-sia jika manusia menghabiskan waktunya untuk saling meniadakan karena pengaruh doktrin dan dogma-dogma tertentu yang justru bertentangan dengan kemanusiaan itu sendiri. 

Sebagai species yang memiliki kapasitas untuk membangun sekaligus menghancurkan, maka akan lebih elegant jika manusia membangun kerja sama kemanusiaan yang berdiri diatas rasa cinta dan pengertian yang luas, karena satu alasan fundamental, kita hanya hidup dan berbagi disatu planet yang sama, tidak ada planet lain diluar sana yang sampai saat ini bisa dikatakan sanggup mensupport kehidupan seperti diplanet bumi dan karena itu, sangat masuk akal jika energy kemanusiaan yang kita miliki difokuskan seluas-luasnya untuk membangun kerja sama yang saling memberi manfaat. 

Disinilah mengapa seorang Ilmuan besar seperti Richard Feynman lebih memilih cinta (Humanisme) dari pada science (Physic), saya kira alasan fundamentalnya sudah cukup jelas. In science we trust and in Humanity we live in peace together, also in one planet.




Oleh : Archer Clear (Facebook)

 
Design by Jery Tampubolon | Bloggerized by Jery - Rhainhart Tampubolon | Indonesian Humanis