Showing posts with label Indonesia. Show all posts
Showing posts with label Indonesia. Show all posts

Thursday, December 31, 2015

INDONESIA 2015 BANGSA MISKIN ILMU

Tahun ini hadiah Nobel Kedokteran jatuh kepada Tu Youyou (84), ilmuwan Tiongkok yang menemukan obat malaria, artemisinin. Selain gigih bereksperimen dan menelisik naskah kuno, kesuksesan Tu tak akan terwujud tanpa imajinasi pengetahuan pemimpin Tiongkok saat itu, Mao Tse Tung.
Pada 21 Januari 1969, Mao Tse Tung memberi tugas kepada Tu Youyu memimpin "Proyek 523". Unit militer rahasia itu punya satu misi: mencari obat malaria. Perintah Mao dilatari permintaan bantuan sekutu mereka, Vietnam Utara, yang melawan Amerika Serikat, untuk mengatasi malaria. Banyak prajurit Vietkong yang bergerilya tewas oleh malaria-hal serupa dialami serdadu AS di Vietnam.
Tu kala itu berusia 39 tahun dan bekerja bagi Academy of Traditional Chinese Medicine di Beijing. Ia dipilih karena dinilai cocok dengan semangat "Revolusi Kebudayaan" yang digagas Mao. Ia mendalami teknik pengobatan tradisional Tiongkok dan mendapat didikan cara Barat dari Departemen Farmakologi Peking University School of Medicine.
Kemudian, Tu segera melakukan observasi ke Pulau Hainan, di selatan Tiongkok, yang dilanda wabah. "Saya melihat banyak anak kena malaria akut. Mereka meninggal cepat," sebut Tu, padaNew Scientist, 2011.
Sekembali di Beijing, Tu minta timnya mengumpulkan resep obat-obatan kuno Tiongkok. Tu mengunjungi banyak tabib di negeri itu, wawancaranya ditulis di buku catatan, Koleksi Praktik dan Resep untuk Anti-Malaria.
Sekitar 2.000 resep obat tradisional Tiongkok dikumpulkan, 640 di antaranya punya prospek melawan malaria. Tu menguji coba sekitar 380 resep, salah satunya ekstraksi daun qinghao atausweet wormwood (Artemisia annua L). Namun, ekstrak qinghao yang didapat dengan merebusnya di suhu tinggi tak stabil.
Tu lalu membuka kembali manuskrip dan menemukan tulisan Ge Hong dari abad ke-4 yang menyebut teknik mengolahqinghao. Disebutkan, daun qinghaodirendam dengan sedikit air dingin, diremas agar keluar intisarinya, lalu ditelan habis.
Ini momen "eureka" bagi Tu. Merebus daun qinghao pada suhu tinggi merusak khasiatnya. Ia mencoba mengekstraksinya di cairan yang dipanaskan kurang dari 35 derajat celsius. Saat ekstraksi dicobakan ke tikus dan monyet yang ditulari parasit malaria, hasilnya 100 persen efektif.
Tu mencoba ke tubuhnya sendiri, dan aman. Ia mencoba menyembuhkan pasien malaria dengan ekstraksiArtemisia annua L, disebut artemisinin atau qinghaousu.
Obat tradisional yang ditemukan kembali oleh Tu, diisolasi dan dikombinasikan unsur lain itu, menjadi harapan baru perang melawan malaria. Penyakit purba itu menyebar di lebih dari 107 negara dengan angka kesakitan 300 juta-500 juta orang dan kematian 1,5 juta orang per tahun.
Parasit malaria dikenal digdaya dan cepat resistan pada obat. Artemisinin terbukti mematikan parasit malaria. Laporan resistansi artemisinin muncul dari populasi di daerah aliran Sungai Mekong. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menempatkan artemisinin combination therapies (ACT) sebagai obat malaria.
Dedikasi Tu mencari obat malaria tak disangsikan. Ia pantas mendapat Nobel. Hal menarik ialah keyakinan Tu pada akar budaya dengan menelisik resep tradisional Tiongkok. Faktor penting lain ialah Mao Tse Tung.
"Tanpa visi dan imajinasi mencari solusi dengan ilmu pengetahuan, Mao tak akan membentuk Proyek 523. Tanpa Proyek 523, obat artemisinin tak ditemukan. Visi ini tak dimiliki para pemimpin kita," kata Sangkot Marzuki, Ketua Akademi Ilmu Pengetahuan Indonesia (AIPI).
Krisis pengetahuan
Minimnya imajinasi ilmu pengetahuan tampak dari rendahnya publikasi ilmiah dari Indonesia yang diakui dunia. Menurut Pusat Penelitian Perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia 2014, Indonesia baru punya 5.000 terbitan ilmiah di pengindeks internasional dan 1.130 paten.
Sementara Thailand, dengan produk domestik bruto (PDB) hampir sama, punya 11.313 terbitan ilmiah dan 7.740 paten. Publikasi ilmiah dari Indonesia kalah jauh daripada Malaysia, Filipina, dan negara lain yang berpendapatan lebih rendah.
Hal itu seiring kecilnya investasi pemerintah bidang riset. Anggaran riset dan pengembangan ilmu pengetahuan di Indonesia 0,09 persen dari PDB, lebih rendah daripada Thailand (0,85 persen PDB) dan Malaysia (di atas 1 persen PDB).
Situasi lebih memprihatinkan pada riset dasar. "Pada 2007 pendanaan riset dasar hampir berimbang dengan riset terapan, kini persentasenya turun. Mestinya riset dasar dan terapan sejalan," kata Sangkot.
Riset dasar berdasarkan rasa ingin tahu demi menjawab soal. "Kalau menemukan jawaban, ada pertanyaan baru. Produk riset dasar ialah ilmu pengetahuan," ujarnya.
Adapun ukuran kesuksesan ilmu terapan ialah tercipta produk berdaya guna dan diterima pasar. Hilangnya imajinasi pengetahuan dan rendahnya dukungan pada riset dasar memicu krisis ilmu pengetahuan.
Hal itu memicu hilangnya tradisi ilmu pengetahuan sebagai dasar berpikir. Jika budaya ilmu pengetahuan hilang, bonus demografi jadi beban masa depan. Kita jadi bangsa konsumtif, kehilangan daya saing, tak punya daya mengatasi masalah.
Sebagai contoh, kebakaran hutan berulang, tapi minim solusi komprehensif. Saat hutan-hutan terbakar, Presiden Joko Widodo menginstruksikan kanalisasi lahan gambut. Ilmuwan LIPI, Eko Yulianto, mengatakan, "Saya bingung apa yang mesti dilakukan. Solusi pemerintah aneh. Banyak studi menunjukkan itu konyol."
Sejak kebakaran gambut di Kalimantan pada 1997, LIPI bekerja sama dengan Badan Iptek Jepang (JST) mempelajarinya. Dalam 10 tahun, hal itu meluluskan sekitar 80 doktor bidang gambut dari Indonesia, termasuk Eko. Namun, hasil riset dari mereka tidak dilirik pembuat kebijakan.
Pada masa kolonial, negeri ini melahirkan sejumlah ilmuwan besar, di antaranya Alfred Russel Wallace dan Christiaan Eijkman. Wallace meneliti keragaman hayati terkait bentang alam Nusantara, lalu dikenal sebagai penemu teori evolusi bersama Charles Darwin. Eijkman diganjar Nobel Kedokteran pada 1929 karena menemukan konsep defisiensi vitamin, seusai meneliti wabah beri-beri di Batavia.
Ironisnya, 70 tahun merdeka, negeri ini melahirkan banyak birokrat korup dan politisi mahir bersiasat. Kebijakan penentu nasib bangsa kebanyakan hanya dilandasi kepentingan politik dan ekonomi sesaat.

Sumber: Ahmad Arif

Tuesday, January 6, 2015

Menanti matinya Pertamina

Oleh Berlian Siagian


Menanti Matinya Dinosaurus

Dapatkah Pertamina selamat dalam bersaing bila perusahaan minyak asing masuk ke Indonesia tahun depan?
Pertamina lama tidak effisien dibiarkan. Campur tangan politik sangat banyak. 14 ribu karyawan Pertamina mengasilkan tidak sampai 50% produksi Chevron. Belum lagi beban pensiunan Pertamina yang tahun lalu mencapai 51 ribu orang lebih.

Semua ini akibat kesalahan kebijakan dana pensiun dan dana kesehatan sejak jaman Ibnu Sutowo.
Runtuhnya Pertamina sebentar lagi adalah akibat pembiaran dan perampokan perusahaan selama lebih 40 tahun. Mau meremajakan kilang saja tidak punya uang.
Mengenai tingginya cost recovery perusahaan minyak asing terjadi akibat lemahnya kontrol BKKA yang kemudian menjadi BP Migas dan akhir2 ini disebut SKK Migas. Kontrol memenuhi syarat prosedural tetapi lemah dari segi substansi pengendalian biaya yang sesungguhnya. Akibatnya perusahaan minyak asing leluasa membebankan biaya apa saja (transfer pricing tersembunyi) pada kegiatan perusahaan (minyak asing) di Indonesia. Pada saat minyak buminya hampir habis baru cost yang dikeluarkan fully recovered. Selanjutnya setelah sumur hampir kering barulah Indonesia melalui Pertamina mendapat pembagian hasil produksi 85%. Sebelum cost yang sengaja dibengkakkan itu fully recovered, Indonesia tidak dapat apa2, termasuk juga tidak mendapat penerimaan pajak perusahaan. Yang diterima pemerintah hanya pajak penghasilan pegawai yang bekerja diperusahaan minyakvasing itu.

Siapa yang menyusun kontrak dan bagaimana pengawasan biaya tidak menyentuh substansi; hanya bersifat prosedural saja.
Alih teknologi dari perusahaan minyak asing ke Paertamina tidak bagus. Karyawan Pertamina yang dipekerjajan di Mobil, ConocoPhillips, Chevron hanya merupakan arisan gaji besar saja. Bukan cerminan dari meritokrasi dan kurang menghasilkan alih teknologi.
Jadi kalau Pertamina sampai bubar, sulit kita hindari. Pertamina mirip dengan dinosaurus yang mati saat dunia mengalami zaman es.



Pertamina mati karena kebijakan yang jelek dan dikombinasi dengan perubahan posisi USA yang selama ini adalah Net Importer minyak bumi berubah sebentar lagi berubah menjadi net exporter akibat breakthrough teknologi yang dikembangkan di USA yang disebut Multi Directional Horizontal Drilling with Hydraulic Fracturing. Teknologi ini mampu meng extraksi crude oil dari lapisan Shale dengan biaya USD 40 per barrel, bahkan masih dapat turun lagi menjadi USD 30 per barrel dengan penyempurnaan teknologi.

Ini akan terjadi. Rosnet yang lebih efisien dari Pertamina saja megap2 dan nilai tukar Rubel dipasar dunia terhadap USD sudah hancur.
Sekarang yang harus difikirkan adalah menyusun kebijakan publik menghadapi kematian Dinosaurus Pertamina agar tidak terlalu menyakitkan.



Friday, November 28, 2014

The Universal Declaration Of Human Rights

PREAMBLE

Whereas recognition of the inherent dignity and of the equal and inalienable rights of all members of the human family is the foundation of freedom, justice and peace in the world,
Whereas disregard and contempt for human rights have resulted in barbarous acts which have outraged the conscience of mankind, and the advent of a world in which human beings shall enjoy freedom of speech and belief and freedom from fear and want has been proclaimed as the highest aspiration of the common people,
Whereas it is essential, if man is not to be compelled to have recourse, as a last resort, to rebellion against tyranny and oppression, that human rights should be protected by the rule of law,
Whereas it is essential to promote the development of friendly relations between nations,
Whereas the peoples of the United Nations have in the Charter reaffirmed their faith in fundamental human rights, in the dignity and worth of the human person and in the equal rights of men and women and have determined to promote social progress and better standards of life in larger freedom,
Whereas Member States have pledged themselves to achieve, in co-operation with the United Nations, the promotion of universal respect for and observance of human rights and fundamental freedoms,
Whereas a common understanding of these rights and freedoms is of the greatest importance for the full realization of this pledge,
Now, Therefore THE GENERAL ASSEMBLY proclaims THIS UNIVERSAL DECLARATION OF HUMAN RIGHTS as a common standard of achievement for all peoples and all nations, to the end that every individual and every organ of society, keeping this Declaration constantly in mind, shall strive by teaching and education to promote respect for these rights and freedoms and by progressive measures, national and international, to secure their universal and effective recognition and observance, both among the peoples of Member States themselves and among the peoples of territories under their jurisdiction.

Article 1.

  • All human beings are born free and equal in dignity and rights. They are endowed with reason and conscience and should act towards one another in a spirit of brotherhood.

Article 2.

  • Everyone is entitled to all the rights and freedoms set forth in this Declaration, without distinction of any kind, such as race, colour, sex, language, religion, political or other opinion, national or social origin, property, birth or other status. Furthermore, no distinction shall be made on the basis of the political, jurisdictional or international status of the country or territory to which a person belongs, whether it be independent, trust, non-self-governing or under any other limitation of sovereignty.

Article 3.

  • Everyone has the right to life, liberty and security of person.

Article 4.

  • No one shall be held in slavery or servitude; slavery and the slave trade shall be prohibited in all their forms.

Article 5.

  • No one shall be subjected to torture or to cruel, inhuman or degrading treatment or punishment.

Article 6.

  • Everyone has the right to recognition everywhere as a person before the law.

Article 7.

  • All are equal before the law and are entitled without any discrimination to equal protection of the law. All are entitled to equal protection against any discrimination in violation of this Declaration and against any incitement to such discrimination.

Article 8.

  • Everyone has the right to an effective remedy by the competent national tribunals for acts violating the fundamental rights granted him by the constitution or by law.

Article 9.

  • No one shall be subjected to arbitrary arrest, detention or exile.

Article 10.

  • Everyone is entitled in full equality to a fair and public hearing by an independent and impartial tribunal, in the determination of his rights and obligations and of any criminal charge against him.

Article 11.

  • (1) Everyone charged with a penal offence has the right to be presumed innocent until proved guilty according to law in a public trial at which he has had all the guarantees necessary for his defence.
  • (2) No one shall be held guilty of any penal offence on account of any act or omission which did not constitute a penal offence, under national or international law, at the time when it was committed. Nor shall a heavier penalty be imposed than the one that was applicable at the time the penal offence was committed.

Article 12.

  • No one shall be subjected to arbitrary interference with his privacy, family, home or correspondence, nor to attacks upon his honour and reputation. Everyone has the right to the protection of the law against such interference or attacks.

Article 13.

  • (1) Everyone has the right to freedom of movement and residence within the borders of each state.
  • (2) Everyone has the right to leave any country, including his own, and to return to his country.

Article 14.

  • (1) Everyone has the right to seek and to enjoy in other countries asylum from persecution.
  • (2) This right may not be invoked in the case of prosecutions genuinely arising from non-political crimes or from acts contrary to the purposes and principles of the United Nations.

Article 15.

  • (1) Everyone has the right to a nationality.
  • (2) No one shall be arbitrarily deprived of his nationality nor denied the right to change his nationality.

Article 16.

  • (1) Men and women of full age, without any limitation due to race, nationality or religion, have the right to marry and to found a family. They are entitled to equal rights as to marriage, during marriage and at its dissolution.
  • (2) Marriage shall be entered into only with the free and full consent of the intending spouses.
  • (3) The family is the natural and fundamental group unit of society and is entitled to protection by society and the State.

Article 17.

  • (1) Everyone has the right to own property alone as well as in association with others.
  • (2) No one shall be arbitrarily deprived of his property.

Article 18.

  • Everyone has the right to freedom of thought, conscience and religion; this right includes freedom to change his religion or belief, and freedom, either alone or in community with others and in public or private, to manifest his religion or belief in teaching, practice, worship and observance.

Article 19.

  • Everyone has the right to freedom of opinion and expression; this right includes freedom to hold opinions without interference and to seek, receive and impart information and ideas through any media and regardless of frontiers.

Article 20.

  • (1) Everyone has the right to freedom of peaceful assembly and association.
  • (2) No one may be compelled to belong to an association.

Article 21.

  • (1) Everyone has the right to take part in the government of his country, directly or through freely chosen representatives.
  • (2) Everyone has the right of equal access to public service in his country.
  • (3) The will of the people shall be the basis of the authority of government; this will shall be expressed in periodic and genuine elections which shall be by universal and equal suffrage and shall be held by secret vote or by equivalent free voting procedures.

Article 22.

  • Everyone, as a member of society, has the right to social security and is entitled to realization, through national effort and international co-operation and in accordance with the organization and resources of each State, of the economic, social and cultural rights indispensable for his dignity and the free development of his personality.

Article 23.

  • (1) Everyone has the right to work, to free choice of employment, to just and favourable conditions of work and to protection against unemployment.
  • (2) Everyone, without any discrimination, has the right to equal pay for equal work.
  • (3) Everyone who works has the right to just and favourable remuneration ensuring for himself and his family an existence worthy of human dignity, and supplemented, if necessary, by other means of social protection.
  • (4) Everyone has the right to form and to join trade unions for the protection of his interests.

Article 24.

  • Everyone has the right to rest and leisure, including reasonable limitation of working hours and periodic holidays with pay.

Article 25.

  • (1) Everyone has the right to a standard of living adequate for the health and well-being of himself and of his family, including food, clothing, housing and medical care and necessary social services, and the right to security in the event of unemployment, sickness, disability, widowhood, old age or other lack of livelihood in circumstances beyond his control.
  • (2) Motherhood and childhood are entitled to special care and assistance. All children, whether born in or out of wedlock, shall enjoy the same social protection.

Article 26.

  • (1) Everyone has the right to education. Education shall be free, at least in the elementary and fundamental stages. Elementary education shall be compulsory. Technical and professional education shall be made generally available and higher education shall be equally accessible to all on the basis of merit.
  • (2) Education shall be directed to the full development of the human personality and to the strengthening of respect for human rights and fundamental freedoms. It shall promote understanding, tolerance and friendship among all nations, racial or religious groups, and shall further the activities of the United Nations for the maintenance of peace.
  • (3) Parents have a prior right to choose the kind of education that shall be given to their children.

Article 27.

  • (1) Everyone has the right freely to participate in the cultural life of the community, to enjoy the arts and to share in scientific advancement and its benefits.
  • (2) Everyone has the right to the protection of the moral and material interests resulting from any scientific, literary or artistic production of which he is the author.

Article 28.

  • Everyone is entitled to a social and international order in which the rights and freedoms set forth in this Declaration can be fully realized.

Article 29.

  • (1) Everyone has duties to the community in which alone the free and full development of his personality is possible.
  • (2) In the exercise of his rights and freedoms, everyone shall be subject only to such limitations as are determined by law solely for the purpose of securing due recognition and respect for the rights and freedoms of others and of meeting the just requirements of morality, public order and the general welfare in a democratic society.
  • (3) These rights and freedoms may in no case be exercised contrary to the purposes and principles of the United Nations.

Article 30.

  • Nothing in this Declaration may be interpreted as implying for any State, group or person any right to engage in any activity or to perform any act aimed at the destruction of any of the rights and freedoms set forth herein.





Thursday, November 27, 2014

Perbedaan D4 dan S1

D4 itu setara dengan S1 tapi berbeda




Menanggapi thread D4 tidak diakui lembaga pemerintah, ijinkan saya untuk meluruskan beberapa hal.
Benar bahwa D4 mempunyai kualifikasi yang sama dengan S1. Namun mari kita ketahui apa arti kualifikasi itu. 
Berdasarkan borang pengajuan ijin prodi bisa kita pahami apa definisi dari kualifikasi. 


KUALIFIKASI adalah pengakuan terhadap seseorang yang telah mencapai learning outcomes (hasil pembelajaran) atau kompetensi yang relevan sesuai dengan kebutuhan stakeholders (individual, komunitas, profesi, atau industri). Dalam hal ini KUALIFIKASI adalah gelar (sertifikasi formalnya adalah ijazah) yang diperoleh seseorang setelah menyelesaikan pendidikan formalnya pada jenjang yang dimaksud.


KOMPETENSI adalah kemampuan seseorang untuk mengaplikasikan pengetahuan dan ketrampilan sesuai dengan standard kinerja di tempat kerja secara konsisten, dalam hal ini lebih cenderung kepada menjelaskan skill (ketrampilan) yang bersangkutan. Pengakuan atau sertifikasi formal atas kompetensi ini adalah sertifikat kompetensi. Sertifikat kompetensi dapat diberikan oleh lembaga sertifikasi, lembaga pelatihan, atau perguruan tinggi, baik atas dasar undang-undang atau pun kesepakatan antara perguruan tinggi dan asosiasi profesi atau lembaga sertifikasi.


D4 memiliki KUALIFIKASI yang sama dengan S1, namun KOMPETENSI-nya berbeda.
Mari kita lihat UU Nomor 12/2012 tentang Pendidikan Tinggi

Pasal 16
(1)
Pendidikan vokasi merupakan Pendidikan Tinggi
program diploma yang menyiapkan Mahasiswa untuk
pekerjaan dengan keahlian terapan tertentu sampai
program sarjana terapan.
(2)
Pendidikan vokasi sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dapat dikembangkan oleh Pemerintah sampai
program magister terapan atau program doktor
terapan.


Bandingkan dengan Pendidikan Sarjana


Pasal 18(1)Program sarjana merupakan pendidikan akademikyang diperuntukkan bagi lulusan pendidikanmenengah atau sederajat sehingga mampumengamalkan Ilmu Pengetahuan dan Teknologimelalui penalaran ilmiah.(2)Program sarjana sebagaimana dimaksud pada ayat (1)menyiapkan Mahasiswa menjadi intelektual dan/atauilmuwan yang berbudaya, mampu memasukidan/atau menciptakan lapangan kerja, serta mampumengembangkan diri menjadi profesional. 

Baca perlahan dan pahami perbedaan tujuan antara pendidikan vokasi dan non vokasi.
Mari kita lihat lagi penjelasan UU ini :

Pasal 16
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan “pendidikan vokasi” adalah
pendidikan yang menyiapkan Mahasiswa menjadi
profesional dengan keterampilan/kemampuan kerja
tinggi.
Kurikulum pendidikan vokasi disiapkan bersama dengan
Masyarakat profesi dan organisasi profesi yang
bertanggung jawab atas mutu layanan profesinya agar
memenuhi syarat kompetensi profesinya.
Dengan demikian pendidikan vokasi telah mencakup
pendidikan profesinya.

Sekarang mari kita simak Perpres 8/2012 tentang Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia. Kita harus bangga, bangsa ini sudah punya KKNI Qualification Framework, jadi kita siap "disetarakan" dengan lulusan luar negeri. 

Pasal 5
Penyetaraan capaian pembelajaran yang dihasilkan me
lalui pendidikan dengan jenjang kualifikasi pada KKNI terdiri atas:
a. lulusan pendidikan dasar setara dengan jenjang 1;
b. lulusan pendidikan menengah paling rendah setara dengan jenjang 2;
c. lulusan Diploma 1 paling rendah setara dengan jenjang 3;
d. lulusan Diploma 2 paling rendah setara dengan jenjang 4;
e. lulusan Diploma 3 paling rendah setara dengan jenjang 5;
f. lulusan Diploma 4 atau Sarjana Terapan dan Sarjana paling rendah setara dengan jenjang 6

KKNI menjadi tugas Perguruan Tinggi dalam menyusun kurikulum. Juga untuk mengevaluasi kurikulum yang berjalan, misal D3 learning oucomesnya sama seperti SMK, ya harus dibenahi. Tim KKNI sering mengambil contoh "kelatahan" perguruan tinggi membuat program tanpa melakukan evaluasi dulu. Misal D3 dianggap kurang mumpuni maka dibuat program D4 tanpa melihat apakah D3-nya yang terlalu "rendah" learning outcomesnya sehingga kompetensi D3 11-12 dengan SMK.

Jadi D4 dan S1 itu setara/sederajat, tapi ingat tujuan pendidikannya berbeda, jenis pendidikannya berbeda, kurikulumnya berbeda, learning outcomesnya berbeda. Mari kita analogikan SMA dan SMK. Semua pasti paham SMA setara dengan SMK, tapi semua pasti tahu SMA berbeda dengan SMK.
Lalu kenapa lowongan S1 tidak bisa diisi D4 dan sebaliknya. Lowongan pekerjaan berkaitan dengan job des tertentu, kompetensi tertentu. Jika yang diminta adalah S1 maka tidak bisa diisi dengan D4. Pun juga sebaliknya.
Sebuah perusahaan membutuhkan tenaga kerja yang ahli dan terampil memasang baut maka dia akan ambil lulusan vokasi (bisa D3 atau D4).
Tetapi jika membutuhkan tenaga kerja yang ahli menentukan metode memasang baut yang efisien sesuai karakteristik baut dia ambil S1.
Itu contoh gampang dan awam, coba dipahami perlahan.
















Sumber : http://www.kaskus.co.id/thread/5255247d3ecb171208000007/d4-itu-setara-dengan-s1-tapi-berbeda-lho-gan








Friday, November 21, 2014

Kenapa subsidi BBM harus dicabut?

Made Supriatna (New Jersey), buat pencerahan bagi kaum yang mau berfikir:


"Akhirnya pemerintahan Jokowi mencabut sebagian subsidi BBM. Banyak orang marah. Harga-harga tentu akan naik. Inflasi akan meninggi. Orang diharuskan untuk memotong sana-sini pengeluarannya. Yang dulu sanggup makan pake daging di warung, sekarang mungkin harus dengan tempe tahu dan telur saja. Itu umpamanya.
Tidak banyak orang tahu bahwa kebijakan subsidi itu seperti memakai narkoba. Gampang sekali memulainya, sulit keluar dari jeratannya. Pemerintah Orde Baru memperkenalkannya pertama kali. Kabarnya karena daya beli masyarakat Indonesia rendah. Juga karena dirangsang industri otomotif yang mau masuk ke Indonesia. Jadilah BBM disubsidi. Indonesia masih pengekspor minyak kala itu. Terbukti, kebijakan ini sulit sekali dihilangkan. Orang menjadi mencandu akan BBM. Politisi akan mengeksploitasinya demi menjatuhkan lawannya. Borjuasi kecil yang bernama mahasiswa akan menjadi reaktif dan turun kejalan, bakar ban (pake bensin bersubsidi tentu!), dan tidak lupa berjaket alma-mater).
Mencabut subsidi BBM itu berat. Itu harus diakui. Banyak kawan bertanya pada saya, apakah harga bensin diluar negeri memang mahal? Politisi seperti Nurul Arifin dan Ibas (yang bapaknya sampe kencing dalem celana kalao disuruh mencabut subsidi BBM), memprotes karena harga BBM diluar negeri justru turun kok di Indonesia jadi naik? Jelas mereka sedang berusaha mencari poin politik dengan menyerang kebijakan administrasi Jokowi yang tidak populer ini.
Tapi bagaimanakah situasi di luar negeri? Kebetulan Bloomberg memberikan perspektif yang bagus tentang harga bensin di banyak negara. Menurut Bloomberg , harga bensin termahal itu di Norwegia: $9.79 per gallon atau $3.2 per liter (Rp 38.86 ribu)!
Lho kok Norwegia? Kan Norwegia itu penghasil minyak? Ya benar. Tapi pemerintahnya tidak mau tergantung dari minyak. Ini adalah negara yang sudah berpikir ke depan. Minyak adalah sumber energi tidak bisa diperbaharui. Karena itu, tidak bisa diandalkan. Norwegia memutuskan untuk mengambil keuntungan dari minyak untuk mensubsidi negara kesejahteraan. Sebagai gantinya, pemerintah mereka kasih pendidikan gratis; jaminan kesehatan; orang tua dilayanin dan dipelihara; orang tidak kerja dididik (bukan ditanggung untuk nganggur lho); anak-anak diperhatikan gizinya, dll.)




Negara kesejahteraan itu mahal sekali. Makanya, semuanya diminta berkorban. Orang dipaksa untuk tidak punya mobil tapi angkutan umum disediakan. Norwegia adalah negara dengan penduduk yang punya pendidikan terbaik di dunia. Bahkan saking welas asihnya negara ini, mereka menyumbang 1 milyar dollar ke Indonesia untuk kelestarian hutan tropis (Program REDD). Mereka sangat memperhatikan lingkungan.
Gambaran dari Bloomberg ini memberikan perspektif untuk melihat harga bensin di masing-masing negara. Disamping memberikan data harga bensin, dia juga memberikan semacam indeks harga bensin di satu negara. Kalo Sodara membacanya, ada beberapa elemen yang harus Sodara perhatikan. Misalnya, harga bensin; ranking tingkat kemahalan; ranking 'penderitaan' di pompa bensin. Yang paling menarik adalah di setiap negara dicantumkan berapa proporsi pendapatan per hari di pakai untuk membeli bensin. Norwegia, sekalipun merupakan negara dengan harga bensin termahal, tapi hanya 3,6 persen dari pendapatan penduduknya dalam sehari ($273) yang dipakai untuk membeli segallon (3 liter) bensin. Ini yang membikin ranking penderitaan mereka di pompa bensi ada di urutan ke 50.
Coba bandingkan dengan Pakistan, misalnya. Harga bensin disana adalah $4.08/gallon (Rp 16,320/liter). Tapi pendapatan penduduk Pakistan per hari adalah $3.55. Jadi walaupun orang Pakistan kerja seharian mereka tidak mampu beli segallon bensin.
Bagaimana dengan Indonesia? Sebelum subsidi dicabut, harga bensin di Indonesia adalah Rp 6,500/liter. Pendapatan penduduk Indonesia $2 (Rp 24 ribu) per hari. Jadi kira-kira seperempat pendapatan dipakai untuk membeli bensin.
Data dari Bloomberg ini hanya memberikan perspektif tapi tidak memberikan gambaran yang utuh. Di Indonesia, mereka yang membeli bensin itu sudah termasuk kelas borjuis -- dari borjuis paling kecil sampe borjuis kelas ekspat. Kelas ini berpenghasilan $4-$20 per hari. Ini adalah kelas yang punya motor, punya TV, bisa nonton bioskop sebulan sekali, dll. Mereka adalah consumer class yang sedang tumbuh. Jika kita ambil lapisan paling bawah saja ($4), mereka berpenghasilan Rp 48 ribu/per hari. setelah kenaikan BBM ini, hanya 5.6% dari penghasilan mereka untuk selitar bensin; atau sekitar 16% untuk se-gallon (3 liter). Tidak buruk sebenarnya.
Persoalannya sekarang adalah apakah kita mau membakar uang negara kita untuk subsidi BBM ini? Apakah tidak lebih baik uang ini dipakai untuk membikin infrastrtuktur supaya aliran barang dan jasa bisa lebih lancar? Dengan begitu nadi ekonomi bisa bergerak lebih besar dan lebih cepat; efeknya adalah lebih banyak orang bisa bekerja; lebih banyak produksi dan konsumen juga tumbuh karena lebih banyak orang bekerja dan terima upah?
Tentu, sebagian orang akan mengatakan bahwa ini adalah pikiran neolib. Tapi, cobalah pikirkan. Welfare spending (pengeluaran untuk kesejahteraan) kita saat ini jauh lebih rendah dibandingkan dengan jaman Orde Baru. Welfare spending adalah pengeluaran pemerintah untuk rumah sakit, puskesmas, perbaikan gizi anak, pendidikan, dan semua jaminan sosial untuk rakyat kebanyakan. Orde Baru mampu membikin welfare spending yang tinggi karena waktu itu kita masih punya banyak yang bisa dijual (hutan, minyak, tambang-tambang dll.). Haruskah uang seyogyanya untuk memperbaiki gizi anak-anak kita itu kita bakar di jalanan dalam bentuk kendaraan pribadi? Mengapa pula penghapusan subsidi ini tidak dipakai untuk membikin transportasi massal, misalnya?
Sialnya, hasil dari penghapusan subsidi ini butuh waktu lama untuk merealisasikannya. Sementara, hanya butuh waktu beberapa menit untuk membakar uang subsidi ini. Orang diharuskan berkorban dan kesakitan sebelum semua hasil penghapusan subsidi ini bisa dinikmati. Itulah beratnya. Itulah sebabnya tidak banyak politisi yang berani mengambil tindakan tidak populer ini."



.

Tuesday, November 18, 2014

Tim Pemberantasan Mafia Migas

Memaknai “Tim Pemberantasan Mafia Migas”



Faisal Basri

Minggu (16/11/2014) saya diberi amanah oleh Menteri ESDM untuk memimpin Tim Reformasi Tata Kelola Sektor Migas. Di media sosial muncul sebutan Tim Pemberantasan Mafia Migas.
Apa pun sebutannya, tim ini mengemban empat tugas pokok. Pertama, mengkaji seluruh kebijakan dan aturan main tata kelola migas dari hulu hingga hilir yang memberi peluang mafia migas beroperasi secara leluasa. Kedua, menata ulang kelembagaan, termasuk di dalamnya memotong mata rantai birokrasi yang tidak efisien. Ketiga, mempercepat revisi UU Migas dan memastikan seluruh substansinya sesuai dengan Konstitusi dan berpihak pada kepentingan rakyat. Keempat, mendorong lahirnya iklim industri migas di Indonesia yang bebas dari para pemburu rente di setiap rantai nilai aktivitasnya.
Setelah membaca tugas pokok yang diemban, serta merta saya teringat ucapan Alexis de Tocqueville: “A democratic power is never likely to perish for lack of strength or of its resources, but it may very well fall because of the misdirection of its strength and the abuse of its resources.”
Ada cukup banyak pertanda kita mengalami fenomena resources curse. Tak dinyana, sekarang Indonesia menjadi pengimpor bensin dan solar terbesar di dunia. Produksi minyak mentah rerata Januari-September 2014 tinggal 792.000 barrel sehari, mengalami penurunan secara persisten dari tingkat tertingginya sekitar 1,6 juta barel per hari tahun 1981. Sebaliknya, konsumsi minyak meroket dari hanya 396.000 barrel sehari tahun 1980 menjadi lebih dari 1,6 juta barel tahun 2013.
Sudah 20 tahun Indonesia tidak membangun kilang baru. Kilang yang ada sudah uzur, bahkan masih ada yang merupakan peninggalan pemerintah kolonial. Akibatnya impor bahan bakar minyak (BBM) kian menggerogoti devisa negara. Tahun 2013 impor BBM mencapai 28,6 miliar dollar AS. Padahal tahun 2001 baru 2,6 miliar dollar AS. Berarti hanya dalam waktu 12 tahun impor BBM naik sebelas kali lipat. Tekanan semakin berat karena sejak tahun 2013 Indonesia sudah mengalami defisit minyak mentah.
Ketahanan energi kita terkikis. Sepuluh tahun lalu kapasitas tangki penyimpanan BBM bisa untuk memenuhi kebutuhan 30 hari, sedangkan sekarang hanya 18 hari. Kita sama sekali tidak memiliki cadangan strategis.
Kita memang tidak sekaya negara-negara Timur Tengah, Russia, dan Amerika Serikat. Namun, di antara negara ASEAN, Indonesia terbilang paling kaya walaupun cadangan terbukti hanya sekitar 3,6 miliar barrel. Dengan tingkat produksi sekarang, cadangan itu bakal habis dalam 13 tahun. Jika tidak ada eksplorasi, cadangan potensial sebanyak 3,7 miliar barrel tidak akan menjelma sebagai cadangan terbukti (proven reserves).
Migas bukan sekedar sumber energi, melainkan juga sebagai pundi-pundi penerimaan negara atau penopang APBN. Ironisnya, subsidi BBM sudah jauh melampaui penerimaan negara dari bagi hasil minyak dan pajak keuntungan perusahaan minyak.
Subsidi BBMlah yang membuat primary balance dalam APBN sudah mengalami defisit sejak 2012. Lebih ironis lagi, dalam sepuluh tahun terakhir, sembilan tahun terjadi subsidi BBM lebih besar dari defisit APBN. Secara tak langsung bisa dikatakan sebagian subsidi BBM sudah dibiayai dengan utang pemerintah.
Salah urus pengelolaan migas berimbas pula terhadap kemampuan industri. Karena tidak membangun kilang selama puluhan tahun, Indonesia kehilangan kesempatan menghasilkan produk ikutan dari BBM, yakni konsensat yang merupakan bahan baku utama industri petrokimia. Industri ini merupakan salah satu pilar utama industrialisasi. Tak heran kalau selama satu dasawarsa terakhir pertumbuhan industri manufaktur hampir selalu lebih rendah dari pertumbuhan PDB. Akibat lainnya, impor plastik dan barang dari plastik dan produk kimia organik relatif besar, masing-masing terbesar keempat dan kelima.
Sudah saatnya kita menata ulang sektor migas. Kondisi yang kian memburuk berkelamaan terutama disebabkan oleh menyemutnya berbagai kelompok kepentingan (vested interest) yang melakukan praktisi pemburuan rente (rent seeking).
Hanya dengan penguatan institusi agar para elit tidak leluasa merampok kekayaan negara kita bisa mewujudkan cita-cita sebagaimana termaktub dalam Undang-Undang Dasar 1945. Tugas sejarah kita mentransformasikan dari exclusive conomic and political institutions menjadi inclusive political and economic institutions.
Semoga kekayaan alam kita menjadi berkah, bukan kutukan, bagi sebesar-besar kemakmuran rakyat. Itulah barangkali makna dari penugasan Tim Pemberantasan Mafia Migas. Kesempatan emas untuk menata sektor migas secara total.
Mohon dukungan kita semua.

Monday, November 17, 2014

LNG (Liquefied natural gas) DI INDONESIA


Kebijakan dan Prakteknya 


Sumbangan Tommy Tumbelaka 

Ditulis kembali oleh: Berlian T.P. Siagian 




Pemerintah harus segera menggalakkan LNG dimulai dari LNG untuk 15.000 kapal berbendera indonesia bisa dikemas dalam bentuk kontainer 20" dan 40". Kemasan demikian dapat dipakai untuk berlayar round trip selama 30 sd 90 hari. Selain untuk kapal2 dan tanker2 Indonesia, LNG juga digunakan untuk menjalankan kereta api, truk, bus dan alat2 berat. 
Apabila ada keinginan politik, pada bulan Juli 2015 LNG program konversi dapat dijalankan. 
Manfaatkan LNG Tangguh untuk PLN akan memangkas min. 5.500.000 kilo liter BBM yang dibeli PLN dengan harga MOPS + 9,5%/ barrel sebagai BBM termahal di dunia ...bukan lagi BBM subsidi. 




Fasilitas LNG di Banten harus segera diadakan karena memiliki pasar pembangkit listrik yang besar berkapasitas 5.000MW yang sudah lengkap dengan fasilitas transmisinya. 

PLN sudah saatnya menggalakkan anak2 perusahaannya dalam mencari partner2 strategis supaya dapat memangkas proses2 tender yang melelahkan dan sudah menghambat pembangunan pembangkit listrik berkapasitas puluhan ribu Megawatt. 

PLN harus transparan mengenai semua hambatan yang dialami PLN seperti 10.000 Megawatt Tahap Pertama dengan China. 
PLN perlu membeberkan semua hambatan2 dalam pembangunan PLTU Sumatra 1 s/d 9 semuanya supaya 250 juta rakyat Indonesia mengetahui siapa2 saja sesungguhnya yang menghambat pembangunan pembangkit listrik yang direncanakan PLN. 

Rencana 400 kargo LNG tangguh for PLN selama 20 tahun siap didukung perusahaan swasta nasional yang sangat mampu menyiapkan floating receiving terminal berkapasitas 170.000 m3 yang setara dengan 4.000.000 MMBTU yang dapat menghasilkan tenaga listrik sebesar 6.000 Megawat dengan fasilitas pembangkit tenaga listrik system Through Put Fee dengan investasi tanpa memakai uang negara maupun PLN. 


Dengan sistim ini harga jual LNG CIF ke power plant PLN dapat dilakukan oleh swasta dengan harga maximum USD. 17/MMBTU. Apabila pembangkit listrik setara tetap menggunakan BBM tanpa konversi ke gas maka biayanya harus USD 33/MMBTU. Perlu dicatat bahwa harga beli BBM oleh PLN dari Pertamina terhitung sangat mahal. 

Program konversi Solar ke Gas ini, kalau di jalankan dengan baik akan menghemat uang negara sebesar Rp. 1,5 T/ hari atau Rp. 547 T/tahun. 
Subsidi saat ini yang sudah mencapai Rp. 400 T. Kalau hal ini dijalankan, maka kita dapat keluar dari kemelut BBM untuk PLN dan terhindar dari prektek pengadaan BBM Separoh nyolong yang dilakukan oleh mafia migas. Temuan ini analisa ini adalah solusi nyata dan positip untuk negara 


Salam! 

Jakarta, 14 Nov 2014.

 
Design by Jery Tampubolon | Bloggerized by Jery - Rhainhart Tampubolon | Indonesian Humanis